Komisi Pemilihan Umum Sulawesi Selatan menetapkan jadwal pemilihan
kepala daerah periode 2013-2018 akan digelar pada 22 Januari 2013.
Itu berarti masih sekitar 8 bulan lagi terhitung dari sekarang, acara
yang ditunggu-tunggu berbagai pihak, baik dari bakal calon sendiri
maupun dari kalangan masyarakat tersebut dilaksanakan. waktu dimana
ditentukannya figur yang paling tepat setidaknya menurut pilihan
mayoritas masyarakat, untuk memimpin dan mengembangkan potensi-potensi
kota Makassar khususnya. Hal ini pula berarti bahwa semakin dekat pula
harapan masyarakat untuk mendapatkan pemimpin baru yang paling tidak
lebih baik dari figur sebelumnya.
Namun, tulisan ini tidak bermaksud membahas siapa dan bagaimana figur
walikota yang diinginkan. penulis hanya ingin membahas sedikit tentang
strategy-strategy pencitraan atau langkah-langkah yang tengah dilakukan
bakal calon walikota Makassar tersebut untuk mendapatkan perhatian, dan
image yang baik di mata masyarakat sebagai bekal mendapatkan jabatan
yang diinginkan tersebut.
Berbagai hal seperti dalam kegiatan pemasaran telah dilakukan beberapa
bakal calon tersebut, salah satunya adalah publikasi melalui Baliho yang
berisikan foto dan tagline yang mereka jadikan sebagai "jurus" untuk
mendapat perhatian dan positioning yang jelas dibenak masyarakat.
Pemasangan baliho tersebut ditempatkan diberbagai sudut diwilayah kota
Makassar yang dinilai strategis atau setidaknya dapat dengan mudah
dilihat dan dibaca orang yang lewat dijalanan tersebut.
Hal yang kadang menjadi perhatian lain adalah pemasangan baliho bakal
calon yang tidak mengindahkan etika dan dan estetik. Masyarakat bisa
melihat penempatan baliho dihampir semua sudut jalan diwilayah kota
Makassar, seakan-akan kota tersebut telah menjadi media periklanan
semata tidak lebih dari itu. Terlepas dari si bakal calon tahu atau
tidak, namun menurut penulis hal ini bahkan bisa menjadi bumerang bagi
mereka. Dimana masyarakat akan berpikir bahwa bakal calon tersebut dari
awal branding saja sudah melanggar, apalagi kalau menjadi
walikota kelak, dengan kata lain terlihat ambisi yang terlalu kuat
sehingga menjadi jelek dimata masyarakat, setidaknya dipikiran
masyarakat yang telah cerdas dan mampu kritis terhadap hal seperti ini.
Seputar Indonesia Online Kamis 03 Mei 2012, juga memberitakan bahwa bakal calon wali kota Makassar Supomo Guntur dan Andi
Yagkin Padjalangi mulai memanfaatkan figur incumbent Syahrul Yasin Limpo
untuk melakukan sosialisasi jelang Pilkada Makassar 2013.
Kedua kader Partai Golkar itu sama-sama menyebar atribut peraga dengan
menambahkan gambar Gubernur Sulsel yang ber-tagline Don’t Stop Komandan
dalam baliho, poster, dan banner mereka. Seperti Yagkin yang juga anggota
DPRD Sulsel,memunculkan gambarnya dengan Syahrul lengkap topi ala
cowboydi berbagai bannerdan baliho yang dipasang di sejumlah tempat
strategis. Sementara Supomo yang juga Wakil Wali Kota Makassar, menonjolkan posisinya sebagai Ketua DPD II Golkar Makassar.
Hal tersebut dilakukan sebagai strategy untuk memanfaatkan momentum
pilgub sekaligus memanfaatkan popularitas incumbent.Dari sisi strategy,
penulis menilai langkah tersebut adalah langkah yang efektif untuk
mendapatkan branding sebagai calon yang mendukung kinerja Gubernur
incumbent, dimana secara tidak langsung juga mereka telah menyasar
pikiran pendukung Gubernur tersebut, sehingga usaha untuk memperkuat
"nama" semakin efisien. Namun pertanyaannya, jika bakal calon yang
melakukan hal yang sama sudah lebih dari satu, apakah masih bisa
dikatakan efektif?
Langkah lain yang sering dilakukan bakal calon untuk "lebih dekat"
dengan rakyat adalah membuat program-program "dadakan" yang dilakukan
untuk kepentingan masyarakat luas. Mulai dari pembuatan website yang
berisi tentang program kerja dan kegiatan bakal calon seperti yang
dilakukan Adil Patu, berbaur langsung dengan masyarakat sampai pada
pelaksanaan real CSR (Corporate Social Responsibility). Pada segi
sosial, langkah tersebut bukanlah hal yang jelek, tetapi akan berubah
menjadi hal yang kurang bagus ketika program tersebut hanya sebatas pada
saat ingin meraih positioning yang kuat semata. Mengutip kata Dahlan
Iskan tentang kebanyakan bakal calon "banyak berjanji di awalnya, lemah
di tengahnya dan menyerah di akhirnya".
Maka dalam tulisan ini, penulis berkesimpulan bahwa hampir semua
strategy yang dilakukan bakal calon bisa dikatakan efektif dalam konteks
mendapatkan branding dan positioning dibenak masyarakat, namun akan
menjadi pertanyaan ketika berbicara tentang kualitas strategy pemasaran
tersebut mengangkat image mereka. perlu diingat bahwa masyarakat
sudah semakin kritis dan cerdas, maka akan dibutuhkan pula kualitas
pemimpin yang semakin cerdas pula.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar